Tuhan..
Saat kau mengambil separuh dari kehidupanku tanpa terduga waktunya
Aku kecewa,marah,kesal
Mengapa kau lakukan ini tiba-tiba?
Tapi ku berpikir pada saat waktu terduga maupun tidak terduga,tetap separuh dari kehidupanku lambat laun akan menghilang
Saat dihadapkan pada kenyataan ibuku terbaring tanpa ruh,ku berpikir kau mengambilnya itu merupakan cobaan bagiku,walaupun pada usia dimana aku sangat membutuhkan sosok seorang ibu untuk membimbingku,tapi kau lakukan pada saat itu,berarti kau tau bahwa ku mampu melewatinya
6 tahun menjalani hidup tanpa sosok ibu
Setiap kali bayangannyaterlintas,airmata pun tak bisa ku bendung lagi
Aku tau tangisku menyiksanya,tapi Tuhan maafkan aku,aku bukan menolak ketetapanmu,tapi aku hanya memiliki rasa rindu,aku takmeminta untuk kau kembalikan ibu ke dunia,tapi di setiap hariku,di sela ibadahku,di sela tangisku,ku sisipkan doa untuknya sekaligus penenang hatiku tanpanya
Selasa, 18 Desember 2012
Jumat, 14 Desember 2012
121212
Selasa,11 Desember 2012 – Siang hari yang terik ini, aku tak
merasakan panas itu karena aku sedang berada di dalam mesjid. Aku baru saja
selesai menjalankan ibadah shalat dzuhur. Sebelum aku bergegas kembali ke
kampus,aku sejenak merenungkan mengingat hari ini adalah hari kesebelas di
bulan desember. Bulan desember mengingatkan pada sebuah kejadian yang tak
pernah aku lupakan sepanjang hidupku.
“Din...”, temanku menepuk bahuku dan aku pun
kaget dibuatnya.
“kamu kenapa?bengong aja,kamu sakit?”,kata
anita.
“oh enggak kok,lagi inget sesuatu
aja”,jawabku.
“inget apa?cerita dong sama aku”, anita
menawarkan diri.
“engga apa-apa kok,ayo kita balik lagi ke
kampus,udah jam 12.30 kita ada jadwalkan”,aku mencoba mengalihkan.
“hmm ayo deh”,anita menggerutkan dahi seperti
ada rasa penasaran dihatinya.
Kita berdua berjalan menuju kampus. Tetap saja kejadian 7
tahun yang lalu berputar di pikiranku,seakan aku ingin kembali ke masa itu
untuk mengubah alur cerita yang amatlah buruk bagi hidupku.
Akhirnya kita berdua sampai di kampus dan kita berdua masuk
kedalam kelas. Ternyata kita telat 5 menit. Teman-teman yang lain sudah sejak 5
menit tadi memperhatikan dosen menjelaskan. Aku merasakan teman-temanku melihat
dengan tatapan heran berarah kepadaku.
Aku bertanya
kepada teman disebelahku.
“ada apa sih?ada yang aneh sama aku?”,tanyaku
pada ica dengan suara pelan.
“kamu murung banget din,biasanya kan gak kaya
gitu,lagi ada masalah ya?”,tanya ica.
“ah enggak kok,lagi ga bersemangat aja
akunya”,jawabku.
“oh gitu,tapi masih terlihat aneh”,jawabnya.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Tak banyak kata yang
aku keluarkan. Sebenarnya pikiranku sedang kalut. Entahlah rasa ini hinggap
dengan sendirinya.
Selama aku beraktivitas di kampus,mungkin teman-temanku
merasa terganggu dengan sikapku yang sedang kalut,tapi apalah daya aku sulit
untuk menceritakan ini pada temanku.
Akhirnya aku memisahkan diri dari teman-temanku agar mereka
tidak terganggu dengan kehadiranku. Aku pergi ke mushola untuk sejenak
merenungkan dan menenangkan diriku. Ternyata temanku anita mengikutiku dari
belakang. Dia menghampiriku dan mencoba membujukku untuk menceritakan apa yang
sedang aku rasakan.
“din,kamu kenapa sebenernya?kita khawatir
sama kamu,kamu gak biasanya kaya gini?”,tanya anita dengan hati-hati.
Aku menundukan kepala dan tanpa aku sadari pipiku telah basah
oleh air mata yang mengalir begitu saja.
“loh kok kamu nangis din?kamu kenapa?”,tanya
anita dengan gugup.
Aku lalu memeluk dia. Aku merasa tak sanggup untuk menahan
rasa ini. Air mataku semakin deras keluar,betapa berat kejadian 7 tahun yang
lalu itu untuk aku kenang. Terlalu pahit untuk aku ingat,mencoba melupakan pun
sangatlah sulit.
“ta,biarkan aku menangis hari ini dan jangan
kamu tanya mengapa aku menangis”,kataku sembari memeluk dia.
“tapi din...”. aku memotong ucapan anita.
“biarkan aku menangis hari ini ta,nanti akan
aku jelaskan,tolong sampaikan pada teman-teman yang lain maaf membuat mereka
merasa gak nyaman dengan sikap dini,tapi tolong ta biarkan aku menangis hari
ini biar aku tenang”,pintaku.
“iya din,menangislah”,jawabnya.
Aku menangis di dekapan tubuh anita,walaupun aku tahu dia
bingung dengan apa yang terjadi pada diriku,tapi dia tidak tahu bahwa
pelukannya membuatku merasa tenang. Sudah cukup puas aku menangis,aku
melepaskan pelukan dari anita.
“makasih ta udah menemani aku menangis,aku
mau pulang ta”,kataku.
“iya din,ayo kita pulang”,ajaknya.
Kita pun pulang kerumah masing-masing. Aku sampai dirumah
tepat jam 7 malam. Tubuhku lemah dan mataku lelah karena menangis. Aku tak
langsung tidur tapi aku mengambil air wudlu untuk melaksanakan shalat isya.
Setelah selesai shalat isya aku duduk diatas sajadahku dan menengadahkan
tanganku dan berdoa.
Ya
allah,ampunilah segala dosaku
Engkau
tahu apa yang kurasakan saat ini
Engkau
mengerti apa yang kulakukan saat ini
Tolong
kuatkan hati hamba
Tolong
relakan hidupku ini tanpanya,engkau tahu yang terbaik untukku,amin
Aku selesai berdoa dan membereskan alat shalatku. Aku menuju
kamarku. Aku memandangi foto ibuku yang terpajang di dinding kamarku seraya aku
berkata, “mah,mungkin esok hari kau akan lebih perih melihatku,tapi aku mohon
maafkan aku untuk kali ini”. Lalu aku segera terbaring di tempat tidurku untuk
memulihkan tenagaku untuk ku pakai esok hari. Dan aku pun tertidur.
Rabu,12 Desember 2012 – Hari ini adalah hari yang memiliki
kombinasi tanggal,bulan,dan tahun yang unik,yaitu tanggal 12,bulan 12,tahun
2012. Ada beberapa orang yang menjadikan hari ini untuk hari pernikahan,hari
jadian,hari kelahiran,dan lain sebagainya.
Siang hari di kantin kampus,aku dan teman-teman sedang asyik
bercanda ria dengan topik hari yang unik ini.
“eh bagus ya hari ini tanggal 12,bulan
12,tahun 2012 ,unik banget ya”,kata ica.
“iya bagus banget,aduh aku berharap ada cowo
yang nembak aku di tanggal ini loh”,kata anita.
“hahahahahaha......”,teman-temanku yang
berada di kantin semuanya tertawa riang tak terkecuali aku,aku pun tertawa
mendengar ucapan anita temanku.
Di sela tawa
mereka aku coba untuk memisahkan diri.
“eh temen-temen aku kesana dulu bentar
ya”,aku menyela diantara tawa mereka.
“mau kemana din?”,tanya akbar.
“bentar aja kok”,jawabku.
Aku seperti biasa ke mushola. Aku pikir tempat itu adalah
tempat yang tepat untuk aku merenung. Sesampainya aku di mushola aku
mengeluarkan secarik kertas dan aku mulai menuliskan sesuatu di kertas itu.
Rabu,12 Desember 2012
Mah,ini adalah suratku yang ketujuh
yang aku tulis. Mah,kamu tahu bahwa aku tak bisa melupakan semua kenangan
tentangmu,semua ceritamu,canda tawa,keluh kesahmu,kebahagiaanmu,kesedihanmu semua
terekam baik dalam memoriku. Tahun ketujuh ini bertepatan dengan tanggal unik
untuk orang-orang di luar sana “121212”,tapi bagiku tidak mah. Angka itu tidak
sama sekali unik untukku. Jika aku bisa kembali ke 7 tahun yang lalu,inginku
merubah takdir dengan menjadikan kejadian itu yang membahagiakan untukku,bukan
kesedihan yang mendalam yang kurasakan sampai saat ini. 7 tahun mungkin telah
mendewasakan pikiranku tentangmu,aku tidak terlalu berlarut dalam angan
tentangmu. Namun aku selalu menginginkan kau kembali ke dunia ini mah,mendekap
hangat tubuhku,merangkulku saat senang maupun sedih. Mah,maafkan aku telah
menyakitimu dengan tangisanku,aku mohon biarkan aku menangis,mungkin dengan ini
aku mengobati rasa rinduku padamu. Mah,aku ingin ini adalah tangisan terakhirku
untukmu agar kau tak tersakiti olehku. Aku akan selalu mencintaimu sampai
kapanpun.
12 Desember 2005 – 12 Desember 2012
Anakmu yang selalu
mencintaimu
Dini Anggraeni
Aku tahu pasti anita mengikuti dari belakang. Dia
menghampiriku saat aku selesai menulis suratku.
“din,kamu kenapa?”,tanya anita penasaran.
Aku memberikan surat yang tadi aku tulis kepada anita untuk
dia baca.
“nih ta,kamu baca aja,tapi jangan kamu baca
disini,kamu keluar aja,aku pengen sendiri”,sahutku.
Anita mengambil surat itu,lalu dia menuruti kataku. Dia
keluar dengan membawa suratku tadi. Dia kembali ke kantin menemui teman-teman
yang lain.
“hey,sini-sini kita baca surat yang ditulis
dini tadi”,kata anita.
“surat apa ta?”,tanya ica.
“aku juga gak tahu,makanya kita baca surat
ini,biar aku bacain ya”,anita menawarkan.
Teman-teman yang lain menganggukan kepala dan mendengarkan
isi surat yang anita bacakan kepada mereka.
Setelah anita selesai membacakan surat itu,dia terdiam dan
teman-teman yang lain pun terdiam. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun mereka
berlari menuju mushola untuk menemuiku.
“dini.......”,teriak mereka sembari mereka
memelukku.
Aku menangis dengan sangat derasnya,mereka pun ikut menangis.
Mereka meminta maaf karena mereka tidak tahu apa yang terjadi pada diriku. Aku
tetep menangis diantara pelukan mereka.
Aku melepaskan pelukan mereka dan mencoba mengeluarkan
beberapa kata.
“ta,mana suratku tadi?”,tanyaku.
Anita memberikan suratku yang tadi ku berikan kepadanya.
“teman-teman maafkan aku,selama 2 hari ini aku
menjadi berbeda terhadap kalian,sekarang kalian tahu penyebab mengapa aku
begini. Maafkan aku”,kataku sambil aku menangis.
“aku sulit untuk menceritakan ini kepada
kalian,aku terlalu lemah untuk menceritakan kejadian ini kepada kalian. Ini
adalah hari ketujuh tahunnya mamah aku meninggal. Aku tak sanggup harus merubah
hari yang unik ini yang harus di isi dengan kebahagiaan menjadi hari penuh air
mata yang aku alami sekarang,aku tak ingin menghilangkan canda tawa
kalian”,ujarku.
“maafin kita din,kita gak peka sama yang dini
rasain,kita gak peduli mau hari unik sekalipun,percuma kita bahagia tapi salah
satu dari kita tidak bahagia”,anita menjelaskan.
“maafin dini”,dengan suara lirih.
Mereka kembali memelukku mencoba untuk menenangkanku.
Akhirnya air mataku sedikit demi sedikit berkurang.
“teman-teman aku harus pergi”,kataku.
“kamu mau kemana din?”,tanya ica.
“aku mau ke makam mamah”,jawabku.
“kita ikut ya”,pinta ica.
Aku diam.
“pokoknya kita ikut din,kamu gak boleh
nolak!”,paksa ica.
Akhirnya mereka pun ikut ke makam bersamaku. Kami pergi
bersama-sama menggunakan sepeda motor. Aku berdua bersama akbar di depan,yang
lain mengikutiku dari belakang. Sampailah kami di makam,tempat ibuku di
makamkan.
Kami menyusuri jalan setapak yang dikelilingi oleh pepohonan
tinggi. Sampailah kami di makam ibuku. Di samping makam ibuku terdapat sebuah
kotak bening dari bahan plastik yang didalamnya terdapat surat-surat. Aku
memasukan suratku yang tadi aku tulis kedalam kotak itu. Aku sengaja memajang
kotak itu di samping makam ibuku,hanya untuk simbolis penghantar pesan isi
hatiku kepada ibuku. Padahal mana mungkin hal itu terjadi,ibuku pasti sudah
bisa merasakan sendiri tanpa adanya surat sekalipun.
Teman-temanku heran melihatku. Mungkin mereka menganggapku
gila,tapi terserahlah. Dengan cara itu bisa membuatku lebih tenang.
“mah,ini surat ketujuhku semoga ini tangisan
terakhir untukmu agar kau tidak tersakiti olehku lagi,semoga tahun depan aku
bisa lebih tegar dan tidak menyiksamu,biarkan hari ini 121212 menjadi hari
terakhir aku menyakitimu,agar kelak setelah ini kamu bahagia disana,amin”,doaku.
Teman-temanku ikut mendoakan ibuku. Setelah selesai kami pun
pergi. Dan aku menarik panjang nafasku dan aku hembuskan diiringi dengan
senyuman,semoga ibuku tersenyum juga di alam sana.
Kamis, 06 Desember 2012
sang langit biru
kala malam mendera
asaku akanmu hinggap
pilar pilar hatiku
menampakan dirimu seakan wajahmu dihadapanku
angin berhembus disekelilingku
seraya hembusan hasratmu
menyentuh relung hatiku
menusuk hingga jantungku
kau bagai langit biru
cerah,indah,bersinar
menggoreskan lukisan bumi
amat indah terlihat
tak ku sangka awan hitam menghampirimu
mendekat dengan cepatnya
seraya dia berkata
jangan kau lihat lagi keindahan langitku
asaku akanmu hinggap
pilar pilar hatiku
menampakan dirimu seakan wajahmu dihadapanku
angin berhembus disekelilingku
seraya hembusan hasratmu
menyentuh relung hatiku
menusuk hingga jantungku
kau bagai langit biru
cerah,indah,bersinar
menggoreskan lukisan bumi
amat indah terlihat
tak ku sangka awan hitam menghampirimu
mendekat dengan cepatnya
seraya dia berkata
jangan kau lihat lagi keindahan langitku
rasa terpendam
rasa yang kian kupendam
lama-lama makin menjadi
harapku akanmu
makin besar bersemayam dalam angan
kau laksana pangeran yang muncul dihadapanku
senyum yang kau lantunkan
tatapan yang menghangatkan
memberi arti kehangantan
tapi rasa itu tak kudapati lagi
kenyataan pahit harus merenggutnya
pangeranku tak berarah kepadaku
karena ada putri lain yang sedang menunggumu
lama-lama makin menjadi
harapku akanmu
makin besar bersemayam dalam angan
kau laksana pangeran yang muncul dihadapanku
senyum yang kau lantunkan
tatapan yang menghangatkan
memberi arti kehangantan
tapi rasa itu tak kudapati lagi
kenyataan pahit harus merenggutnya
pangeranku tak berarah kepadaku
karena ada putri lain yang sedang menunggumu
Langganan:
Postingan (Atom)